Pascabanjir yang melanda Aceh serta turut berdampak pada sejumlah wilayah di Sumatera Utara dan Sumatera Barat mengingatkan kita pada satu kenyataan penting: di era modern, konektivitas komunikasi telah menjadi kebutuhan dasar masyarakat. Ketika jaringan terputus, bukan hanya percakapan yang terhenti, tetapi juga layanan darurat, akses informasi, roda ekonomi, dan terutama keberlanjutan pendidikan.
Dalam konteks tersebut, para penyedia layanan telekomunikasi (provider) diimbau untuk mempercepat pemulihan jaringan dan pelayanan. Imbauan ini patut kita maknai sebagai panggilan tanggung jawab sosial—bahwa infrastruktur komunikasi adalah urat nadi ketahanan daerah, sekaligus modal strategis kemajuan bangsa.
Konektivitas Pasca Bencana: Lebih dari Sekadar Sinyal
Di saat bencana, masyarakat membutuhkan akses cepat terhadap informasi yang akurat: rute evakuasi, layanan kesehatan, distribusi bantuan, hingga kabar keluarga. Pasca bencana, kebutuhan itu tidak berkurang—justru meningkat. Konektivitas yang pulih dengan cepat akan mempercepat pemulihan sosial dan ekonomi, mengurangi kepanikan, serta menekan risiko informasi keliru.
Komunikasi sebagai layanan publik yang menyelamatkan
Dalam situasi darurat, jaringan telekomunikasi berperan sebagai “jembatan kehidupan” antara warga, relawan, pemerintah daerah, dan layanan kesehatan. Karena itu, percepatan pemulihan bukan semata urusan teknis, melainkan bagian dari perlindungan warga negara.
Pendidikan Tidak Boleh Terhenti: Sekolah, Guru, dan Murid Butuh Akses
Kita memahami bahwa banyak sekolah, keluarga, dan peserta didik kini mengandalkan komunikasi digital untuk koordinasi belajar, pengumuman sekolah, hingga akses materi pembelajaran. Ketika layanan komunikasi terganggu, proses belajar—baik luring maupun daring—berisiko tersendat.
Memastikan keberlanjutan belajar di masa pemulihan
Provider yang mempercepat pemulihan jaringan turut berkontribusi pada keberlangsungan pendidikan. Ini selaras dengan amanat kita untuk menjaga hak belajar setiap anak Indonesia, termasuk di wilayah terdampak bencana. Konektivitas yang stabil membantu sekolah mengatur jadwal, memastikan informasi bantuan pendidikan tersampaikan, serta membuka akses psikososial dan pendampingan bagi peserta didik.
Kolaborasi untuk Ketangguhan Daerah dan Kemajuan Bangsa
Imbauan kepada provider hendaknya dilihat sebagai bagian dari gerak bersama: pemerintah, dunia usaha, relawan, sekolah, dan masyarakat. Kita membutuhkan tata kelola pemulihan yang cepat, transparan, dan berpihak pada kebutuhan warga.
Langkah strategis yang perlu kita dorong
Pertama, percepatan perbaikan infrastruktur jaringan di titik-titik kritis, terutama area layanan publik seperti puskesmas, posko bencana, sekolah, dan pusat logistik. Kedua, penguatan sistem cadangan (backup) agar jaringan lebih tangguh saat cuaca ekstrem berulang. Ketiga, komunikasi publik yang jelas mengenai progres pemulihan agar masyarakat mendapat kepastian, sekaligus menghindari simpang siur informasi.
Semangat 45 dalam Wujud Modern: Ketangguhan Digital
Di tengah ujian alam, kita tidak boleh kehilangan arah. Justru inilah momentum memperkuat ketangguhan digital sebagai bagian dari ketangguhan nasional. Dengan jaringan yang pulih, layanan publik bergerak, pendidikan kembali berjalan, dan warga dapat bangkit lebih cepat.
Rekan Penggerak sekalian, mari kita jadikan pemulihan layanan komunikasi pascabanjir ini sebagai pelajaran kebangsaan: bahwa kemajuan teknologi harus selalu berpihak pada kemanusiaan, dan bahwa gotong royong—yang menjadi watak bangsa—dapat hadir melalui kerja cepat, kerja tepat, dan kerja bermartabat demi Indonesia yang tangguh dan berpendidikan.